HUKUM
PERIKATAN
MACAM-MACAM
PERIKATAN
Disusun Oleh :
Istoni Tarigan
FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2013
Istilah
“perikatan” berasal dari bahasa Belanda “ verbintenis” secara
terminologi verbintenis bersal dari kata kerja verbinden yang
artinya mengikat. Dengan demikian, verbintenis menunjuk kepada adanya
“ikatan” atau “hubungan”[1]. Dalam
tugas ini akan dibahas tentang macam-macam perikatan dalam hukum keperdataan.
Senyatanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam masyarakat. Di dalam
Ilmu Hukum Perdata perikatan dapat dibedakan
berdasarkan berbagai ukuran-ukuran yang ditentukan oleh pihak-pihak atau
menurut jenis yang harus dipenuhi atau menurut jumlah subjek yang terlihat
dalam perikatan[2].Bentuk
perikatan yang paling sederhana, ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak
hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih
pembayarannya. Disamping bentuk yang paling sederhana itu, terdapat berbagi
macam perikatan lain yang akan di uraikan satu persatu dibawah ini.
Baik
macam-macam perikatan dilihat dari segi menurut ilmu pengetahuan hukum perdata
itu sendiri, yakni: 1. Menurut isi dari pada prestasinya (a. Perikatan
positif dan negatif, b. Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan, c. Perikatan
alternatif, d. Perikatan fakultatif, e. Perikatan generik dan spesifik, f.
Perikatan yang dapat dibagi dan tak dapat dibagi), 2. Menurut subyekya
(a. Perikatan tanggung menanggung, b. Perikatan pokok dan tambahan), 3. Menurut
mulai berlakunya (a. Periktan bersyarat, b. Perikatan dengan ketetapan
waktu). Maupun perikatan yang dilihat dari segi undang-undang perikatan dalam
BW (Burgerlijk Wetboek), yakni: (a. Perikatan bersyarat, b. Perikatan
dengan ketetapan waktu, c. Perikatan mana suka (alternatif), d. Perikatan
tanggung menanggung (tanggung renteng), e. Perikatan yang dapat dibagi dan tak
dapat dibagi, f. Perikatan dengan ancaman hukuman[3].
A.
Macam-macam Perikatan Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata
Macam-macam perikatan dapat
dibedakan atas beberapa macam, yakni :
1.
Menurut
isi dari pada prestasinya :
a.
Perikatan
positif dan perikatan negatif
Perikatan positif adalah periktan yang prestasinya berupa perbuatan
positif yaitu memberi sesuatu dan berbuat sesuatu. Sedangkan perikatan negatif
adalah perikatan yang prestasinya berupa sesuatu perbuatan yang negatif yaitu
tidak berbuat sesuatu.
b.
Perikatan
sepintas lalu dan berkelanjutan
Perikatan sepintas lalu adalah
perikatan yang pemenuhan prestasinya sukup hanya dilakukan dengan satu
perbuatan saja dalam dalam waktu yang singkat tujuan perikatan telah tercapai.
c.
Perikatan
alternatif
Perikatan alternatif adalah
perikatan dimana debitur dibebaskan untuk memenuhi satu dari dua atau lebih
prestasi yang disebutkan dalam perjanjian.
d.
Perikatan
fakultatif
Perikatan fakultatif adalah periktan
yang hanya mempunyai satu objek prestasi.
e.
Perikatan
generik dan spesifik
Perikatan generik adalah perikatan dimana obyeknya hanya ditentukan
jenis dan jumklah barang yang harus diserahkan. Sedangkan perikatan spesifik
adalah perikatan dimana obyeknya ditentukan secara terinci sehingga tampak
ciri-ciri khususnya.
f.
Perikatan
yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
Perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat
dibagi, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu. Sedangkan
perikatan yang tak dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya tak dapat
dibagi.
2.
Menurut
subyeknya
a.
Perikatan
tanggung-menanggung (tanggung renteng)
Perikatan tanggung-menanggung adalah perikatan dimana debitur
dan/atau kreditur terdiri dari beberapa orang.
b.
Perikatan
pokok dan tambahan
Perikatan pokok dan tambahan adalah perikatan anatar debitur dan
kreditur yang berdiri sendiri tanpa bergantung kepada adanya perikatan yang
lain. Sedangkan perikatan tambahan adalah perikatan antara debitur dan kreditur
yang diadakan sebagai perikatan pokok.
3.
Menurut
mulai berlakunya dan berakhirnya
a.
Perikatan
bersyarat
Perikatan bersyarat adalah perikatan yang lahirnya mauypun
berakhirnya (batalnya) digantungkan pada suatu pristiwa yang belum dan tidak
tentu terjadi.
b.
Perikatan
dengan ketetapan waktu
Perikatan dengan ketetapan waktu adalah perikatan yang
pelaksanaanya ditangguhkan sampai pada suatu waktu ditentukan yang pasti akan
tiba, meskipun mungkin belum dapat dipastikan waktu yang dimaksud akan tiba[4].
B.
Macam-macam Perikatan Menurut Undang-undang Perikatan (BW)
Macam-macam perikatan dapat
dibedakan atas beberapa macam, yakni :
1.
Perikatan
bersyarat (voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat adalah suatu
perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih
belum tentu akan atau terjadi. Mungkin untuk memperjanjikan bahwa perikatan itu
barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul itu. Suatu
perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu
syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde)[5]. Menurut
Pasal 1253 KUHperdata tentang perikatan bersyarat “suatu perikatn adalah
bersyarat mankala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang
dan yang masih belum terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga
terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan menurut terjadi
atau tidak terjadinya peristiwa tersebut”.
Pasal ini menerangkan tentang
perikatan bersyarat yaitu perikatan yang lahir atau berakhirnya digantungkan
pada suatu peristiwa yang mungkin akan terjadi tetapi belum tentu akan terjadi
atau belum tentu kapan terjadinya. Berdasarkan pasal ini dapat diketahui bahwa
perikatan bersyarat dapat dibedakan atas dua, yakni: a. Perikatan dengan syarat
tangguh; b. Perikatan dengan syarat berakhir[6].
a.
Perikatan
dengan syarat tangguh
Apabila
syarat “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi, maka perikatan dilaksanakan
(pasal 1263 KUHpdt). Sejak peristiwa itu terjadi, keawjiban debitor untuk
berprestasi segera dilaksanakan. Misalnya, A setuju apabila B adiknya mendiami
paviliun rumahnya setelah B menikah. Nikah adalah peristiwa yang masih akan
terjadi dan belum pasti terjadi. Sifatnya menangguhkan pelaksanaan perikatan,
jika B nikah A wajib menyerahkan paviliun rumahnya untuk didiami oleh B.
b.
Perikatan
dengan syarat batal
Perikatan yang
sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksud itu terjadi (pasal
1265 KUHpdt). Misalnya, K seteju apabila F kakaknya mendiami rumah K selam dia
tugas belajar di Inggris dengan syarat bahwa F harus mengosongkan rumah
tersebut apabila K selesai studi dan kembali ketanah air. Dalam contoh, F wajib
menyerahkan kembali rumah tersebut kepada K adiknya[7].
Istilah
syarat berakhir dan bukan syarat batal yang digunakan karena istilah syarat
berakhir tersebut lebih tepat, istilah syarat batal pada umumnya mengesankan adanya
sesuatu secara melanggar hukum yang mengakibatkan batalnya perikatan tersebut
dan memang perjanjian tersebut tidal batal, tetapi berakhir, dan berakhirnya
perikatan tersebut atas kesepakatan para pihak sedangkan kalau batal adalah
kalau perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak atau
batal demi hukum[8].
2.
Perikatan
Dengan ketetapan Waktu (tidjsbepaling)
Maksud syarat “ketetapan waktu”
ialah bahwa pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang ditetapkan.
Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan
terjadinya sudah pasti, atau berupa tanggal yang sudah tetap. Contonya:”K
berjanji pada anak laki-lakinya yang telah kawin itu untuk memberikan rumahnya,
apabila bayi yang sedang dikandung isterinya itu telah dilahirkan”[9].
Menurut KUHperdata pasal 1268
tentang perikatan-perikatan ketetapan waktu, berbunyi “ suatu ketetapan
waktu tidak, menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan
pelaksanaanya”. Pasal ini menegaskan bahwa ketetapan waktu tudak menangguhkan
lahirnya perikatan, tetapi hanya menangguhkan pelaksanaanya.Ini berarti bahwa
perjajian dengan waktu ini pada dasarnya perikatan telah lahir, hanya saja
pelaksanaanya yang tertunda sampai waktu yang ditentukan[10].
Perbedaan antara suatu syarat dengan
ketetapan waktu ialah yang pertama, berupa suatu kejadian atau peristiwa yang
belum tentu atau tudak akan terlaksana. Sedangkan yang kedua adalah suatu hal
yang pasti akan datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan datangnya.
Misalnya meninggalnya seseorang. Cocontoh-contoh suatu perikatan yang
digantungkan pada suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek seperti
perjanjian perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu
setelahnya dipertunjukan dan lain sebagainya[11].
3.
Perikatan
mana suka (alternatif)
Pada perikatan mana suka objek
prestasinya ada dua macam benda. Dikatan perikatan mana suka keran dibitur
boleh memenuhi presatasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang
dijadikan objek perikatan. Namun, debitur tidak dapat memaksakan kreditur untuk
menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur
telah memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia
dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak milik prestasi itu ada pada debitor jika
hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditor[12].
Menurut pasal 1272 KUHperdata
tentang mengenai perikatan-perikatan mana suka (alternatif) berbunyi, “tentang
perikatan-perikatan mana suka debitur dibebaskan jika ia menyerahkan salh satu
dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat memaksa
kreditor untuk menerima kreditor untuk sebagian dari barang yang satu dan
sebagian dari barang yang lainnya”. Dalam perikatan alternatif ini
debiturtelah bebas jika telah menyerahkan salh satu dari dua atau lebih barang
yang dijadikan alternatif pemebayaran. Misalnya, yang diajadikan alternatif
adalah dua ekor sapi atau dua ekor kerbau maka kalau debitur menyerahkan dua
ekor sapi saja debitur telah dibebaskan.
Walaupun demikian, debitur tdak
dapat memaksakan kepada kreditur untuk menerima sebagian dari barang yang satu
dan sebagian barang lainnya. Jadi, debitur tidak dapat memaksa kreditor untuk
menerima seekor sapi dan seekor kerbau[13].
4.
Perikatan
tanggung menanggung atau tanggung renteng (hoofdelijk atau solidair)
Ini adalah suatu perikatan diaman
beberapa orang bersama-sam sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu
orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak
menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan
ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek. Bebrapa orang yang bersama-sama
mengahadapi orang berpiutang atau penagih hutang, masing-masing dapat dituntut
untuk membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi jika salah satu membayar, maka
pemabayaran ini juga membaskan semua temen-temen yang berhutang. Itulah yang
dimaksud suatu periktan tanggung-menanggung. Jadi, jika dua A dan B secara
tangggung-menanggung berhutang Rp. 100.000, kepada C maka A dan B masing-masing
dapat dituntut membayar Rp. 100.000,-[14].
Pada dasarnya perikatan tannggung
menanggung meliputi, (a). Perikatan tanggung menanggung aktif, (b). Perikitan
tanggung menanggung pasif.
a.
Perikatan
tanggung menanggung aktif
Perikatan
tanggung menanggung aktif terjadi apabila pihak kreditor terdiri dari beberapa
orang. Hak pilih dalam hal ini terletak pada debitor. Perikatan tanggung
menanggung aktif ini dapat dilihat pada pasal 1279 menyebutkan : “ adalah
terserah kepada yang berpiutang untuk memilih apakah ia akan membayar utang
kepada yang 1 (satu) atau kepada yang lainnya diantara orang-orang yang
berpiutang, selama ia belum digugat oleh salah satu. Meskipun pembebasan yang
diberikan oleh salah satu orang berpiutangdalam suatu perikatan
tanggung-menanggung, tidak dapat membebaskan siberutang untuk selebihnya dari
bagian orang yang berpiutang tersebut”.
b.
Perikatan
tanggung menanggung pasif
Perikatan
tanggung menanggung pasif terjadi apabila debitor terdiri dari beberapa orang.
Contoh “ X tidak berhasil memperoleh pelunasan pelunasan puitanggya dari
debitor Y, dalam hal ini X masih dapat menagih kepada debitor Z yang tanggung
menanggung dengan Y. Dengan demikian kedudukan kreditor lebih aman”[15].
5.
Perikatan
yang dapat dibagi dan perikatan yang tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dapat dikatakan
dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi objek perikatan
dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan lagi pula pembagian itu tidak
boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat atau tidak
dapat dibagi itu berdasarkan pada.:
a.
Sifat
benda yang menjadi objek perikatan
b.
Maksud
perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
Persoalan
dapat dibagi atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti apabila dalam perikatan
itu terdapat lebih dari seorang debitor atau lebih dari sorang kreditor. Jika
hanya seorang kreditor perikatan itu dianggap sebagai tidak dapat dibagi[16].
6.
Perikatan
dengan penetapan hukuman (strabeding)
Untuk mencegah jangan sampai si
berhutang dengan mudah saja melaikan kewajibannya dalam praktek banyak dipakai
perjanjian diamana siberhutang dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak
menepati janjinya. Hukuman itu, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang
tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula
sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu[17].
Menurut pasal 1304 tentang mengenai perikatan-perikatan dengan ancaman hukuman,
berbunyi “ anman hukuman adalah suatu ketentuan sedemikian rupa dengan mana
seorang untuk imbalan jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan
sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi”[18].
Ketentuan diatas sebenarnya
merupakan pendorong bagi debitur untuk memenuhi perikatannya karena apabila ia
lalai dalam melaksanakannya dia dikenai suatu hukuman tertentu, yang tentu saja
akan membawa kerugian baginya karena dengan hukuman tersebut kewajiban akan
semakin besar[19].
DAFTAR PUSTAKA
Miru, ahmadi dan pati sakka. HUKUM PERIKATAN : Penjelasan
Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW, Jakarta: Rajawali Pers,2011.
Muhammad, abdulkadir. HUKUM PERDATA INDONESIA, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2010.
Subekti. POKOK-POKOK HUKUM PERDATA, Jakarta : PT. Intermasa,
cet 31, 2001.
Syahrani, Riduan. Riduan Syahrani, SELUK BELUK dan ASAS-ASAS HUKUM
PERDATA, Bandung : PT. Alumni, ed.rev
3,2006.
Tutik, Triwulan, Titik. HUKUM PERDATA: Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta
: Kencana, 2008.
[1] Lihat
Titik Triwulan Tutik, HUKUM PERDATA: Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta
: Kencana, 2008, hlm 197.
[2] Ibid....Titik
Triwulan Tutik.
[3] Lihat
Riduan Syahrani, SELUK BELUK dan ASAS-ASAS HUKUM PERDATA, Bandung : PT.
Alumni, ed.rev 3,2006,hlm 213-214.
[4] Ibid...Riduan
Syahrani.
[5] Lihat
Prof. Subekti, POKOK-POKOK HUKUM PERDATA, Jakarta : PT. Intermasa,
cet 31, 2001, hlm 128
[6] Lihat
Prof. Amadi Miru dan Sakka Pati, HUKUM PERIKATAN : Penjelasan Makna Pasal
1233 samapi 1456 BW, Jakarta: Rajawali Pers,2011, hlm 19-20.
[7] Lihat
Prof. Abdulkadir Muhammad, HUKUM PERDATA INDONESIA, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti,2010,hlm 249.
[8] Ibid...Ahmadi
miru dan sakka pati, hlm 20.
[9] Lihat
Titik Triwulan Tutik, HUKUM PERDATA: Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta
: Kencana, 2008,hlm 215.
[10] Lihat
Prof. Amadi Miru dan Sakka Pati, HUKUM PERIKATAN : Penjelasan Makna Pasal
1233 samapi 1456 BW, Jakarta: Rajawali Pers,2011, hlm 31.
[11] Lihat
Prof. Subekti, POKOK-POKOK HUKUM PERDATA, Jakarta : PT. Intermasa,
cet 31, 2001, hlm 129.
[12] Lihat
Prof. Abdulkadir Muhammad, HUKUM PERDATA INDONESIA, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti,2010, hlm 250-251.
[13] Lihat
Prof. Amadi Miru dan Sakka Pati, HUKUM PERIKATAN : Penjelasan Makna Pasal
1233 samapi 1456 BW, Jakarta: Rajawali Pers,2011,hlm 34.
[14] Lihat
Prof. Subekti, POKOK-POKOK HUKUM PERDATA, Jakarta : PT. Intermasa,
cet 31, 2001, hlm 130.
[15] Lihat
Titik Triwulan Tutik, HUKUM PERDATA: Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta
: Kencana, 2008,hlm 217-218.
[16] Lihat
Prof. Abdulkadir Muhammad, HUKUM PERDATA INDONESIA, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti,2010,hlm 255.
[17] Lihat
Prof. Subekti, POKOK-POKOK HUKUM PERDATA, Jakarta : PT. Intermasa,
cet 31, 2001,hlm 131.
[18] Lihat
Prof. Amadi Miru dan Sakka Pati, HUKUM PERIKATAN : Penjelasan Makna Pasal
1233 samapi 1456 BW, Jakarta: Rajawali Pers,2011, hlm 55.
[19] Ibid...
Amadi Miru dan Sakka Pati
trma ksih buat artikelnya barakaLLAH
BalasHapussama-sama,
BalasHapus